FILSAFAT PANCASILA
FILSAFAT
PANCASILA
Perkembangan
masyarakat dunia yang semakin cepat secara langsung maupun tidak langsung
mengakibatkan perubahan besar pada berbagai bangsa di dunia. Gelombang besar kekuatan internasional
dan transnasional melalui globalisasi telah mengancam bahkan menguasai
eksistensi negara-negara kebangsaan, termasuk Indonesia. Akibat yang langsung
terlihat adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan kebangsaan,
karena adanya perbenturan kepentingan antara nasionalisme dan
internasionalisme.
Permasalahan
kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia menjadi semakin kompleks dan rumit
manakala ancaman internasional yang terjadi di satu sisi, pada sisi yang lain
muncul masalah internal yaitu maraknya tuntutan rakyat, yang secara obyektif mengalami suatu
kehidupan yang jauh dari kesejahteraan
dan keadilan sosial.
Secara ilmiah
harus disadari bahwa suatu masyarakat, suatu bangsa, senantiasa memiliki suatu
pandangan hidup atau filsafat hidup masing-masing , yang berbeda dengan bangsa
lain di dunia dan hal inilah yang disebut sebagai local genius (kecerdasan/kreatifitas lokal) dan sekaligus sebagai local wisdom (kearifan lokal) bangsa.
Dengan demikian bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan pandangan
hidup dan filsafat hidup dengan bangsa lain.
Ketika para
pendiri negara Indonesia menyiapkan berdirinya negara Indonesia merdeka, mereka
sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu pertanyaan yang fundamental ‘di atas dasar apakah negara Indonesia merdeka
ini didirikan’. Jawaban atas pertanyaan mendasar ini akan selalu menjadi
dasar dan tolok ukur utama bangsa ini
meng-Indonesia. Dengan kata lain jati diri bangsa akan selalu bertolok ukur
kepada nilai-nilai Pancasila sebagai
filsafat bangsa.
Pancasila yang
terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Pemahaman
demikian memerlukan pengkajian lebih lanjut menyangkut aspek ontologi,
epistimologi, dan aksiologi dari kelima sila Pancasila.
A.
Filsafat Pancasila
Menurut Ruslan Abdulgani, bahwa
Pancasila merupakan filsafat negara yang
lahir sebagai collectieve Ideologie (cita-cita bersama) dari seluruh bangsa
Indonesia. Dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil
perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father kita, kemudian dituangkan dalam suatu “sistem”
yang tepat. Sedangkan menurut Notonagoro, Filsafat Pancasila memberi
pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakekat dari Pancasila.
B.
Prinsip-prinsip Filsafat Pancasila
Pancasila
ditinjau dari kausal Aristoteles dapat dijelaskan sebagai berikut :
1)
Kausa Materialis, maksudnya sebab yang
berhubungan dengan materi/bahan, dalam hal ini Pancasila digali dari
nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam bangsa Indonesia sendiri.
2)
Kausa Formalis, maksudnya sebab yang
berhubungan dengan bentuknya, Pancasila yang ada dalam pembukaan UUD ’45
memenuhi syarat formal (kebenaran formal)
3)
Kausa Efisiensi, maksudnya kegiatan
BPUPKI dan PPKI dalam menyusun dan merumuskan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia merdeka.
4)
Kausa Finalis, maksudnya berhubungan
dengan tujuannya, tujuan diusulkannya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia
merdeka.
Inti atau esensi sila-sila
Pancasila meliputi :
1. Tuhan,
yaitu sebagai kausa prima
2. Manusia,
yaitu makhluk individu dan makhluk sosial
3.
Satu,
yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri
4.
Rakyat,
yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong
5.
Adil,
yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi
haknya.
C.
Hakikat Nilai-nilai Pancasila
Bangsa
Indonesia sejak awal mendirikan negara, berkonsensus untuk memegang dan
menganut Pancasila sebagai sumber inspirasi, nilai dan moral bangsa. Konsensus
bahwa Pancasila sebagai anutan untuk pengembangan nilai dan moral bangsa ini
secara ilmiah filosofis merupakan pemufakatan yang normatif. Secara
epistemologikal bangsa Indonesia punya keyakinan bahwa nilai dan moral yang
terpancar dari asas Pancasila ini sebagai suatu hasil sublimasi dan kritalisasi
dari sistem nilai budaya bangsa dan agama yang kesemuanya bergerak vertikal dan
horizontal serta dinamis dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya untuk
mensinkronkan dasar filosofia-ideologi menjadi wujud jati diri bangsa yang
nyata dan konsekuen secara aksiologikal bangsa dan negara Indonesia berkehendak
untuk mengerti, menghayati, membudayakan dan melaksanakan Pancasila. Upaya ini
dikembangkan melalui jalur keluarga, masyarakat dan sekolah.
Nilai-nilai
yang bersumber dari hakikat Tuhan, manusia, satu rakyat dan adil dijabarkan
menjadi konsep Etika Pancasila, bahwa hakikat manusia Indonesia adalah untuk
memiliki sifat dan keadaan yang berperi Ketuhanan Yang Maha Esa, berperi
Kemanusiaan, berperi Kebangsaan, berperi Kerakyatan dan berperi Keadilan
Sosial. Konsep Filsafat Pancasila dijabarkan menjadi sistem Etika Pancasila
yang bercorak normatif.
Ciri atau karakteristik berpikir filsafat adalah:
a) sistematis,
b) mendalam, c) mendasar, d) analitik, e) komprehensif, f) spekulatif, g) representatif, dan h) evaluatif
Cabang-cabang filsafat meliputi:
a.
Epistemologi (filsafat pengetahuan)
b.
Etika (filsafat moral)
c.
Estetika (filsafat seni)
d.
Metafisika (membicarakan tentang segala sesuatu
dibalik yang ada)
e.
Politik (filsafat pemerintahan)
f.
Filsafat Agama
g.
Filsafat Ilmu
h.
Filsafat Pendidikan
i.
Filsafat hukum
j.
Filsafat Sejarah
k.
Filsafat Matematika
l.
Kosmologi (membicarakan tentang segala sesuatu
yang ada yang teratur)
Aliran
Filsafat meliputi :
a. Rationalisme f.
Stoisme i. Materialisme
b. Idealisme g.
Marxisme j.
Utilitarianisme
c. Positivisme h. Realisme k. Spiritualisme
d. Eksistensialisme l. Liberalisme
e. Hedonisme
Comments
Post a Comment